Belakangan ini masalah animal rights (hak asasi hewan) mencuri perhatian banyak kalangan, khususnya di Barat. Persoalan ini sempat menimbulkan perdebatan di kalangan aktivitis dan akademisi. Pertanyaan yang dikemukakan ialah apakah hewan memiliki hak asasi yang sama dengan manusia?
Jika hewan memiliki hak asasi yang sama seperti halnya manusia, tentu setiap orang yang melanggar hak tersebut bisa dikenakan sanksi dan hukuman. Di beberapa negara, aturan ini sudah mulai dikaji, ditimbang, dan dibakukan menjadi undang-undang.
Sejatinya, Islam sedari dulu sudah memerhatikan persoalan ini. Ada banyak argumentasi yang ditemukan dalam literatur keislaman terkait persoalan tersebut.
Izzuddin bin ‘Abdul Salam adalah salah seorang ulama Syafi’iyah membahas hak asasi hewan dalam bukunya Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam. Dalam bukunya ini ia menyebutkan sebagai berikut.
حقوق البهائم والحيوان على الإنسان، وذلك أن ينفق عليها نفقة مثلها ولو زمنت أو مرضت بحيث لا ينتفع بها، وألا يحملها ما لا تطيق ولا يجمع بينها وبين ما يؤذيها من جنسها أو من غير جنسها بكسر أو نطح أو جرح، وأن يحسن ذبحها إذا ذبحها ولا يمزق جلدها ولا يكسر عظمها حتى تبرد وتزول حياتها وألا يذبح أولادها بمرأى منها، وأن يفردها ويحسن مباركها وأعطانها، وأن يجمع بين ذكورها وإناثها في إبان إتيانها، وأن لا يحذف صيدها ولا يرميه بما يكسر عظمه أو يرديه بما لا يحلل لحمه
Berikut ini hak asasi hewan yang harus dipenuhi oleh manusia. Kewajiaban ini tetap berlaku meskipun hewan tersebut cacat dan sakit, sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan.
Beberapa kewajiban manusia atas hewan antara lain ialah tidak membebani mereka dengan beban di luar kesanggupan mereka; tidak menempatkan mereka bersama binatang sejenis atau jenis lain yang dapat menyakiti mereka dengan cara mematahkan tulang mereka, memotong, ataupun melukai; menyembelih mereka dengan cara yang baik; tidak mengguliti dan mematahkan tulang mereka hingga tubuhnya membeku dan mati; tidak menyembelih anak-anaknya di depan penglihatan induknya; membersihkan kandangnya; menempatkan hewan jantan dan betina bersama-sama selama musim kawin; tidak boleh merampas hasil buruannya; tidak boleh melempar mereka dengan benda tumpul yang bisa menghancurkan dan merusak tulangnya, sehingga dagingnya menjadi haram.
Kutipan ini mengisyaratkan bahwa ada beberapa aturan yang harus dipahami oleh manusia ketika berinteraksi dengan hewan, terkhusus bagi orang yang memiliki hewan peliharaan atau binatang kesayangan (pet). Pertama, tidak membebani mereka dengan dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Jika kita memiliki kuda, sapi, atau kerbau, maka jangan sesekali memaksa mereka membawa barang yang bisa melukai dan menciderainya. Kedua, tidak menempati mereka dengan binatang sejenis atau binatang lain yang bisa membahayakan keselamatannya.
Ketiga, menyembelih mereka sesuai dengan panduan yang diajarkan oleh syariat. Aturan ini khusus bagi hewan-hewan yang boleh dimakan. Keempat, dilarang menguliti dan mematahkan tulang mereka hingga menjadi dingin dan mati. Kelima, tidak boleh menyembelih anak-anaknya di depan penglihatan induknya. Perlu diketahui binatang juga memiliki rasa iba, takut, dan sayang terhadap anak-anaknya seperti halnya manusia. Keenam, membuatkan mereka tempat yang nyaman dan membersihkan kandangnya. Ketujuh, menempatkan jantan dan betina bersama-sama selama musim kawin. Kedelapan, tidak boleh merampas hasil buruannya. Kesembilan, tidak boleh menembak mereka atau cara apapun yang bisa mematahkan tulang mereka sehingga dagingnya haram untuk dimakan.
Demikianlah sembilan hak hewan yang dipaparkan oleh Izzudin bin ‘Abdul Salam. Semoga kita termasuk orang yang bisa mengindahkan aturan tersebut. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)