Memahami makna Qurban dalam Konteks Rasional
Oleh: Ustadz Ibnu Fikri, M.Ag
Ketua Tanfidziyah PCI NU Belanda
Khutbah Pertama
السَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
الْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ، لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، أَشْهَذُ أَنَّ لا إله إلا الله وحدَه لا شَرِيْكَ له. وَأَشْهَذُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صلي وسلم وبارِكْ على عَبْدِكَ ورَسُولِكَ مَحَمَّدٌ وعلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْن, أَمّا بَعْدُ: فَيَااَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ الْكِرَامُ : اُوصِيْكُمْ وَ اِيَّايَ بِتَقْوَي اللهِ ,فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ, فَقَال تعالى في كِتَابِهِ الكريمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menggerakkan hati kita di tempat yang penuh rahmat ini guna melaksanakan ibadah sunnah, shalat Idul Adha bersama-sama dengan penuh kekhusyukan.
Di pagi yang cerah ini, ijinkanlah kami mengawali khutbah seraya ucapan syukur atas rizqi yang Allah berikan, berupa umur yang panjang, kesehatan lahir maupun batin, sehingga untuk ke sekian kalinya kita masih diberi kesempatan menikmati keagungan Idul Adha, walau berada di perantauan. Dengan mengumandangkan lantunan takbir, tahllil dan tahmid, seolah kita hanyalah makhluq kecil dihadapan Allah yang maha besar.
Pada saat yang sam, di temat terpisah, ada sekitar 2 juta umat Islam dari penjuru dunia berkumpul, bersatu padu memakai pakaian ihrom, melpaskan jabatan, pangkat dan kekayaan untuk menyelesaikan rangkaian ibadah haji, sembari melantunkan kalimat talbiyah untuk menjawab panggilan Allah SWT:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ والنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكُ، لَا شَرِيكَ لَكَ
Semoga, ibadah haji saudara-saudara kita, orang tua kita,guru-guru kita diterima oleh Allah SWT sebagai haji yang mabrur, serta kembali pulang dalam keadaan selamat, sehat wal afiat tanpa kurang suatu apapun.
Hadirin Jama’ah sholat Idul Adha rahimakumullah
Selain ritual sholat Id yang baru saja kita laksanakan serta Haji, Idul Adha juga tidak bisa dipisahkan dari ibadah Qurban. Kata qurban ini memiliki akar kata qaruba yang artinya adalah mendekatkan.Dalam istilah fiqih, Qurban mengandung arti “upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ritual memotong hewan tertentu yang sepertiga bagiannya dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan”.
Dasar disyariatkannya Qurban telah terrekam secara jelas dalam al-Qur’an Surat ash-Shaffat ayat 99-111. Di situ dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim hendak menyembelih putranya untuk memenuhi perintah dan ujian dari Allah SWT. Setelah bernegosiasi panjang, Ibrahim dan putranya akhirnya sepakat menjalankan ujian terberat mereka dengan penuh keikhlasan. Pada hari yang ditentukan, atas ijin dan kekuasaan Allah SWT, putra Ibrahim digantikan seekor domba Kibasy terbaik dari surga karena pengorbanan mereka.
Inilah awal mula ibadah qurban yang diabadikan dalam ajaran agama Islam.
Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.
Memaknai ritual Qurban pada hari raya Idul Adha, tentu kita harus memahami bagaimana ajaran Islam itu tidak hanya dilihat dari aspek teologis semata. Karena terkadang hal ini mengkerdilkan ijtihad kita dengan selalu menghitung-hitung pahala yang diperoleh, seolah kita sedang bertransaksi dengan Tuhan. Tetapi lebih dari itu, kita juga harus melihat aspek rasional qurban, baik secara historis, filosofis maupun sosiologis, dengan harapan, kita mampu meneguhkan keimanan dan ketaqwaan dalam diri kita sebagai umat Islam yang berada di tengah-tengah masyarakat eropa.
Pemaknaan secara historis peristiwa qurban pada dasarnya adalah memutus tradisi penghilangan nyawa manusia demi Tuhan. Qurban dengan seekor hewan merupakan upaya untuk meluruskan ajaran-ajaran menyimpang dengan mengorbankan manusia sebagai tumbal para dewa. Masyarakat dulunya memang sering menyuguhkan ritual berdarah dan kekerasan yang menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia dijadikan persembahkan kepada dewa-dewa mereka sebagai bentuk pengabdian.
Di Mesir sebelum Islam, misalnya, masyarakatnya secara rutin mengorbankan gadis yang masih perawan sebagai persembahkan Dewa sungai Nil; Sementara itu, sebuah suku di wilayah Irak sebelum Islam, masyarakatnya mempersembahkan bayi yang baru lahir untuk Dewa mereka; Tidak jauh di tempat ini, orang-orang Viking juga mempersembahkan pemuka agama sebagai persembahan dewa mereka.
Dari sini, kita akan dapat melihat betapa berharganya jiwa manusia dalam Islam dan betapa maha bijaksananya Allah SWT yang mensyariatkan qurban dengan menyembelih hewan, bukan manusia. Dengan demikian, tentunya kita bisa mengambil hikmah dari aspek historis, bahwa membunuh sesama manusia bukanlah ajaran Islam.
Gerakan-gerakan yang mengatas namakan Islam untuk saling bermusuhan, berperang, membantai, membunuh sesama umat manusia, pada dasarnya telah mengingkari nilai-nilai ibadah Qurban yang telah disyariatkan oleh Allah melalui kisah Nabi Ibrahim As.
Namun terlepas dari itu semua kita turut prihatin ketika melihat dan membaca berita tentang saudara-saudara kita seiman di Rohingya beberapa hari lalu, mereka sedang mendapatkan perlakuan tidak adil. Kita hanya bisa berdoa, semoga Allah SWT memberikan ketabahan pada mereka dan membebaskan saudara kita dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Hadirin Jama’ah sholat Idul Adha rahimakumullah
Sementara itu, memahami makna qurban dari aspek filosofis, penyembelihan hewan kurban yang kita laksanakan setiap tahun adalah simbolisasi dari penyembelihan atas nafsu-nafsu hayawaniyah yang ada pada diri kita.
Mungkin kita tidak sadar, bahwa pada diri manusia terdapat nafsu hewaniyah yang menurut Imam Al-Ghazali dapat merusak sifat kemanusiaan kita. Seperti nafsu merasa benar sendiri, nafsu mengkafirkan golongan lain, nafsu menebar kebencian saracen, itu semua adalah bagian dari sifat hewaniyah. Oleh karena itu, melalui ibadah qurban nafsu-nafsu itu harus kita sembelih seiring penyembelihan binatang kurban, sehingga kita dapat bebas dari sifat-sifat hewaniyah untuk menjadi umat yang dapat memberi manfaat bagi orang lain, sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. (HR.Bukhari Muslim)
Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.
Sedangkan pada aspek berikutnya, yaitu aspek sosiologis, kita diharapkan dapat merenungkan makna Qurban dalam konteks sosial budaya, dengan melihat tradisi Qurban yang dilakukan oleh Umat Islam di salah satu kota di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
Sebagaimana umat Islam lainnya, setiap tahun umat Islam di kota ini melaksanakan ibadah Qurban di hari Raya Idul Adha dan hari tasyrik. Namun yang membedakan adalah Umat Islam di sana tidak dianjurkan menyembelih sapi sebagai binatang Qurban. Para ulama, tokoh masyarakat dan umat Islam lebih memilih Kambing dan Kerbau untuk berqurban.
Pertanyaannya adalah, kenapa Umat Islam di Kudus melarang sapi untuk dijadikan sebagai binatang qurban? Alasanya adalah pada abad ke 14 masehi saat sebelum masuknya Islam, masyarakat Kudus memiliki kepercayaan Hindu.
Dalam agama Hindu, sapi dianggap sebagai binatang yang mulia dan suci. Mereka menghormati sapi sebagaimana Tuhan mereka. Masyarakat Hindu juga berpantang memakan daging sapi, apalagi menyembelihnya.
Kemudian, setelah ajaran Islam masuk dan berkembang di Kota Kudus, Syech Jakfar Shadiq, salah seorang Walisongo yang bergelar Sunan Kudus memberlakukan pelarangan agar Umat Islam di wilayah itu tidak menjadikan sapi sebagai hewan Qurban pada saat Idul Adha. Hal ini dalam rangka untuk menjaga perasaan sebagian masyarakat yang saat itu masih memiliki anggapan bahwa sapi sebagai binatang yang mulia. Hingga saat inipun, masyarakat di Kota Kudus Jawa Tengah masih jarang berkurban Sapi dan mengkonsumsi daging sapi.
Memahami situasi ini memberikan pesan kepada kita, betapa bijaknya ajaran Islam tentang bermuamalah dan menjalin hubungan dengan agama lain. Nilai-nilai toleransi yang dikembangkan oleh Sunan Kudus dalam menghormati kaum minoritas telah menjadi ciri khas Islam Indonesia, Islam yang selalu melindungi yang lemah untuk mempertahankan ukhuwah basyariyah, Islam yang Rahmatan lil Alamin. Bukan Islam yang sewenang-wenang ketika mereka merasa dirinya berkuasa.
Hadirin Jama’ah sholat Idul Adha rahimakumullah,
Oleh karena itu, marilah momentum Idul Adha tahun ini, kita jadikan sebagai gerbang untuk memperbaharui pemahaman kita tentang Islam secara luas. Sehingga kita bisa menjelaskan kepada masyarakat di sekitar kita betapa moderat dan arifnya ajaran Islam Indonesia, yang sering disebut Islam Nusantara.
Akhirnya kami ingin menutup khutbah kali ini dengan menyampaikan bahwa Islam adalah agama yang sarat dengan nilai-nilai historis filosofi dan sosiologis.
Menjalankan ibadah qurban secara kuantitatif bukanlah takaran meningkatkan derajat kita di mata Allah SWT, melainkan ketulusan dalam berqurban itulah yang dapat mendekatkan kita kepada Sang Pencipta yang juga termanifestasi dalam jalinan silaturahmi yang erat antar sesama umat manusia.
Demikian khutbah Idul Adha ini, semoga ada bermanfaatnya.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah kedua
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ. أَشْهَذُ أَنَّ لا إله إلا الله وحدَه لا شَرِيْكَ له كَفَرَ وَ جَحَدَ لِمَنْ اِرْغَامًا. وَأَشْهَذُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُالْبَشَرِ وَ الْإِنْسِ سَيِّدُ
اللَّهُمَّ صلي وسلم وبارِكْ على عَبْدِكَ ورَسُولِكَ مَحَمَّدٌ وعلى آلِهِ وأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
أما بعد: فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا للهَ حَقَّ تُقَاتِهِ ولا تَمُوتُنَّ إلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.
Pada khutbah yang kedua ini, marilah kita bersama-sama berdoa menegadahkan tangan kita momohon ampunan kepada Allah dengan harapan agar pintu-pintu rahmat dibuka untuk kita. Saudara-saudara kita yang di Rohingya
فَقَال تعالى في كِتَابِهِ الكريمِ أَعُوذُ باللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ: إِنَّ اللهَ وملائِكِتَهُ يُصَلُّونَ على النَبِيِّ يا أَيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْه وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمَا. اللَّهُمَّ صَلِّي وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا إبراهيم في العالمين إنّك حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والمُسْلِمَاتِ والمؤمنين والمؤمنات الأحياءِ مِنْهُمْ والأمواتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِحْوَانِنِا الذِّيْنَ سَبَقُونَا بالايمانِ ولا تَجْعَلْ في قُلُوبِنا غِلاً للذين آمنوا ربنا إنك رَؤُوفٌ رَحِيْم
ربنا آتنا في الدنيا حسنةً وفي الأخرة حسنةً وقنا عذاب النارِ. سُبْحانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلاَمُ على المُرْسَلِيْنَ والحمد لله رب العالمين
عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بالعدلِ والإحسانِ واِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ والمُنْكَرِ والبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ واسئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِيْكُمْ وَلَذِكِرُ اللهُ أَكْبَرُ
اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ