Beranda Keislaman Gagasan NAHDLATUL ULAMA DAN PERANNYA DI BELANDA: Sebuah Tinjauan Etnografis

NAHDLATUL ULAMA DAN PERANNYA DI BELANDA: Sebuah Tinjauan Etnografis

1213
0

Prolog: Sejarah berdirinya Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di Belanda

Keberadaan jama’ah Nahdlatul Ulama (NU) di Belanda tidak terlepas dari kedatangan orang Indonesia ke negeri kincir angin ini. Beberapa dari mereka datang sebagai pekerja, mahasiswa, dan peneliti. Para pendatang Muslim di Belanda ini kemudian membentuk sebuah organisasi yang bernama Persatuan Pemuda Muslim Se-Eropa (PPME) yang basisnya terpusat di Belanda dan Jerman. Di Belanda, PPME tersebar di beberapa kota seperti Amsterdam dan Den Haag. Di dalam PPME ini, jama’ah NU berada dan melaksanakan tradisitradisi NU. Masjid menjadi pusat kegiatan yang meliputi pengajian mingguan dan bulanan, madrasah buat anakanak, dan Perayaan Hari Besar Islam. Pengajian bulanan ini termasuk istighosah, tahlil, dan ritual NU lainnya. Para ustadz berasal dari jama’ah sendiri yang merupakan alumni pondok pesantren dan perguruan tinggi di Timur Tengah (Mesir, Iraq, dan lainnya) dan Universitas di Belanda (Universitas Leiden, Amsterdam dan Roterdam) yang kebanyakan mengambil bidang kajian studi Islam.

Interaksi saya dengan para jama’ah NU ini berawal dari ajakan teman untuk mengunjungi para pengurus PPME Al-Hikmah Den Haag dan Al-Ikhlas Amsterdam. Kemudian berlanjut dengan mengisi ceramah dan pengajian di dua masjid milik PPME Al-Hikmah dan Al-Ikhlas. Jama’ah NU ini ternyata tidak hanya berasal dari Indonesia, tapi pendatang dari Suriname dan beberapa orang Belanda yang sudah masuk Islam juga bergabung. Pengajian pun dibagi menjadi 2 jenis: pengajian berbahasa Indonesia dan Belanda, untuk memenuhi permintaan orang-orang Belanda yang tertarik mengetahui Islam lebih dalam.

Inisiasi untuk mendirikan sebuah wadah untuk jama’ah NU, sebetulnya lahir dari para mahasiswa yang sedang studi di Universitas Leiden. Mereka yang rata-rata mengambil kajian studi Islam ingin mengadakan tradisitradisi NU, seperti tahlilan dan maulid dziba’ setiap akhir pekan. Maka organisasi ke-NU-an pun didirikan dengan nama Komunitas Masyarakat NU (KMNU) pada sekitar tahun 2009. Organisasi ini tidak mengadakan rekruitmen anggota secara terbuka, melainkan mereka direkrut secara personal setelah pengurus benar-benar tahu latar belakang calon anggota KMNU. Beberapa anggotanya rutin memberi ceramah di masjid-masjid PPME di Belanda. Pengurus KMNU diwariskan pada mahasiswa yang datang selanjutnya, jama’ah NU di PPME secara otomatis dianggap sebagai anggota KMNU.

Pada Januari 2013, KMNU berubah nama menjadi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Belanda, setelah Surat Keputusan dikeluarkan oleh Pengurus Besar NU (PBNU) di Jakarta. Berdirinya PCINU Belanda, yang rencananya akan diresmikan oleh ketua umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA., akhirnya diresmikan oleh Rois Syuriah PBNU KH. Ahmad Mustofa Bisri. Dalam rangkaian peresmian dan pelantikan pengurus ini, seminar dan workshop ke-Aswaja-an diselenggarakan, untuk mengenalkan NU lebih jauh kepada generasi muda Muslim di Belanda. Para pakar Islam di Indonesia seperti Martin Van Bruinessen dan beberapa pengurus PCINU Jerman, Inggris, Belgia, dan Maroko pun turut berbicara dan hadir dalam acara tersebut.

Selanjutnya, pada bulan Ramadhan lalu PCINU Belanda bekerjasama dengan PPME dan PCINU Maroko, menyelenggarakan Bahtsul Masa’il pertama terkait permasalahan puasa di Eropa dan hal lainnya. Masyarakat begitu antusias hadir dan menanyakan berbagai permasalahan ubudiyah dan amaliyah (sosial), yang mereka hadapi di Belanda. PCINU dari seluruh dunia ikut berpartisipasi melalui skype seperti PCINU Amerika, Australia, dan lain sebagainya. Rencananya kegiatan ini akan diselenggarakan rutin setiap bulan Ramadhan.

Posisi Strategis PCINU di Belanda

Keberadaan PCINU sebagai sebuah organisasi atau lembaga sangat penting, karena selama ini belum ada wadah yang mampu menaungi tradisi-tradisi aswaja, serta melindungi kepentingan jama’ah NU dan menghubungkan mereka dengan NU di Indonesia. PPME sendiri sebagai sebuah organisasi yang didominasi Muslim Indonesia, merupakan organisasi yang sangat dinamis dan kompleks dengan segala perbedaan penafsiran dan pemahaman. Ini terbukti dari konflik yang terjadi di intern PPME Amsterdam, yang mengakibatkan jama’ah NU terusir dari masjid yang mereka usahakan bersama sampai harus menggunakan tempat sementara yang disediakan Muslim Turki, hanya karena tradisi tahlilan dan istighosah yang dianggap sesat.

Selain itu, kehadiran PCINU Belanda, yang sekarang sudah terdaftar resmi di pemerintahan Belanda sebagai sebuah organisasi masyarakat, memberikan warna dan pemahaman baru bagi masyarakat Belanda secara umum dan pemerintahannya, bahwa Islam tidak identik dengan Timur Tengah dan Afrika, yang mendominasi pendatang Muslim ke negara kincir angin ini. Secara historis, Belanda sebenarnya tidak asing dengan Islam di Indonesia, karena kolonialisasi yang mereka lakukan dahulu. Pakar kebijakan terhadap Muslim di Indonesia, Snouck Hurgronje, faham betul bagaimana Islam di Indonesia yang penuh toleransi dan ramah terhadap tradisi-tradisi lokal, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pemahaman sejarah ini sangat vital bagi Belanda, terutama dalam mengambil keputusan untuk memerangi radikalisme di Eropa.

10930128 10202203351965707 2626194133853994459 n

PCINU Belanda sudah melakukan kerjasama dengan Majelis Fatwa dan Penelitian Eropa (European Council for Fatwa and Research/ http://ecfr.org/new/) yang berbasis di Paris, agar dilibatkan dalam penelitian dan proses pengeluaran fatwa terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi Muslim di Eropa. Jika berjalan dengan baik, ini akan secara signifikan memperkenalkan ‘Islam Nusantara’ ke dunia sebagai counter narasi, bahwa Islam itu hanya sama dengan Arab dan Arabi itu sama dengan Islam. Kemudian, ini juga bisa menjadi triger (pemicu) bagi khasanah keislaman di Indonesia maupun di dunia Islam itu sendiri. Akan tetapi semua ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi PCINU Belanda ke depan.

Baru-baru ini badan intelejen Belanda mengeluarkan perintah, untuk mengawasi kegiatan-kegiatan kelompok salafi yang disinyalir menjadi basis penyebaran ideologi Islamic State of Iraq and Syam (ISIS). Sebagian para pengikutnya berangkat ke Iraq dan Suriah untuk bergabung dengan tentara ISIS. Terkait dengan hal ini, PCINU Belanda dituntut mampu menghadirkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin yang menjunjung tinggi perdamaian dan kebijaksanaan daripada cara kekerasan dan perang. NU bisa menjadi anti-tesis bagi Islamophobia yang terus meningkat, akibat beberapa kejadian penembakan yang diklaim ISIS sebagai serangan mereka.

Misi PCINU Belanda ini selaras dengan PBNU di Jakarta, yang sedang menyusun strategi mencegah radikalisasi dan propaganda ISIS di Indonesia. Pada pertemuan di Wina Austria, PBNU mendeklarasikan Islam Nusantara sebagai program untuk deradikalisasi umat Islam di Indonesia dan di dunia pada umumnya. Menyambut inisiatif PBNU ini, PCINU Belanda bekerjasama dengan KBRI Den Haag ikut bagian dalam pengembangan rumah budaya Indonesia di Amsterdam, dimana PCINU Belanda terlibat untuk mengisi salah satu program budayanya, mengenalkan Islam di Indonesia kepada dunia yang rencananya akan diberi nama Islam Nusantara.

Kesimpulan

PCINU Belanda dan NU di Indonesia dihadapkan pada tantangan besar pasca Arab Spring, karena Islam sebagai agama dan jalan hidup bagi para pemeluknya kembali dipermasalahkan oleh dunia barat. Terlepas dari segala teori konspirasi yang beredar bahwa ISIS adalah buatan dunia barat, Muslim dituntut untuk menunjukkan dan menegaskan bahwa Islam merupakan agama cinta kasih dan damai (Rahmatan lil ‘Alamin) dan tidak berasosiasi dengan segala bentuk teror dan kekerasan. Islam mengutamakan kebebasan dan kemerdekaan individu, dalam menentukan keyakinan serta menjunjung tinggi keadilan dan mengutamakan kebijaksanaan dalam berinteraksi sesama dan penganut agama lain. Keberadaan PCINU Belanda dan PCINU di Negara lain, menjadi niscaya untuk menyebarkan misi-misi tersebut di atas serta mensyiarkan agama Islam ke seantero dunia.

Ditulis oleh:

Syahril Siddik, MA

Wakil Ketua Tanfidziyah PCI NU Belanda

Kandidat Doktor Kajian Asia Tenggara di Universitas Leiden Belanda

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.